Kamis, 26 Juli 2012

Ust. Djuhra, PEWARIS PAYUNG POLANTI MAGAU NGATA KAILI



Oleh: JAMRIN ABUBAKAR
DI usianya yang terbilang sepuh, tapi semangat dan memorinya masih tajam menceritakan beberapa perisitiwa perjuangan putra-putra Tanah Kaili melawan penjajah Belanda dan Jepang di Tanah Kaili. Namanya Ust. Djuhra salah satu anggota Laskar Merah Putih dari kesatuan Sigi Dolo, salah satu organisasi perjuangan zaman penjajahan.

Seyogianya Djuhra yang kini berusia 91 tahun itu tercatat sebagai salah satu anggota Legiun Veteran RI karena jasa-jasanya ikut dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan atas nama Laskar merah Putih. Tetapi sayang sekali pemerintah tak begitu peduli, kalau buka para veteran itu sendiri yang proaktif mengurus yang cukup berbelit-belit dan belum tentu masuk. “Sudah berkali-kali diurus dengan melengkapi berbagai dokumen tapi tidak pernah mendapat tanggapan dari organisasi veteran. Pernah ada yang mau urus tapi katanya dibayar sekian,” ungkap Djuhra saat ditemui di kediamannya di Desa Pulu, Kabupaten Sigi belum lama ini.


Mengurus sebagai anggota veteran sudah lama ia lakukan, tapi berkasnya tak jelas. Itu pun dilakukan karena dorongan sejumlah pihak. Pada awalnya Djuhra tak mau urus soal dia sebagai anggota veteran atau tidak, karena menurutnya tak pernah berambisi soal masuk catatan veteran. Sebab ia memiliki alasan yang namanya perjuangan itu sudah merupakan kewajiban dan pengabdian pada negara. Tetapi kalau toh, memang ada yang urus dan bisa tercapai, katanya Alhamdulillah.

Pada masa mudanya, Djuhra bukan saja aktif dalam kelasyakaran, tapi bergerak di bidang dakwah baik di Pulu maupun di dataran Lalundu Rio Pakava. Di antara kawan seangkatan dalam Laskar Merah Putih yang tercatan sebagai anggota legiun Veteran yaitu Djaruddin Abdullah dan Junus Sunusi (keduanya sudah almarhum).

Selain dikenal sebagai Imam Tua Masjid Desa Pulu, Djuhra ayah dari delapan orang anak ini dikenal pula sebagai tokoh keadatan Pitunggota Tanah Kaili. Sebagai pelestari dan pewaris budaya, hingga kini ia masih menyimpan pusaka berusia ratusan tahun berupa guma, parang khas Kaili. Tetapi yang paling berharga adalah berupa pusaka Payung Polanti Magau yang usianya 800 tahun yang terbuat dari bambu kuning yang dipakai saat pelantikan Datu Pariri sebagai raja Kaili di Pulu. (JAMRIN AB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar