: Hudan Nur )*
DATA BUKU
Judul : GURU TUA PAHLAWAN SEPANJANG
ZAMAN
Penulis : Jamrin Abubakar
Penerbit : Ladang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal : 98 Halaman
ISBN : 978-602-96792-7-4
SEKALI lagi oleh
penulisnya Jamrin Abubakar,
menyumbangkan kesaksiannya bahwa dalam hidupnya pernah tahu dan sempat
mengenal Guru Tua dari berbagai hal. Ada baiknya mengungkap Guru Tua, karena di
luar pulau sana. Sebutan Guru Tua yang sangat akrab di telinga orang Sulawesi
Tengah tidak dikenal luas, bahkan tidak diketahui sama sekali.
Padahal
dari pemaparan di dalam buku, Guru Tua yang berasal dari Timur Tengah itu
sangat disegani oleh Pemerintah Hindia Belanda. Guru Tua atau yang bernama Al
Habib Sayyid Idrus bin Salim Aldjufri adalah seorang pedagang, diplomat, dan
penyasastra. Ia juga tokoh kemanusiaan yang tak hanya disegani oleh kalangan
atas namun seluruh lapisan. Ketika terjadi pengeksekusian PKI pada tahun 65-66,
Guru Tualah yang menengahi persilangan masalah di masyarakat kala itu. Oleh
kekharismatikan beliaulah, hanya di Sulawesi Tengah tidak terjadi eksekusi.
Semua patuh akan anjurannya, yang tidak boleh menghukum apalagi membunuh
manusia. Padahal kala itu, ada isu yang beredar dan menyatakan bahwa PKI akan
membunuh Guru Tua. Namun isu itu tidak terbukti.
Mungkin
tak banyak yang tahu kalau hobi dari sang Guru Tua yang melegenda itu adalah
menonton sepak bola. Selain itu sosok Guru Tua yang menurut DRS. Tjatjo Tuan
Saichu yang juga dosen sastra di Universitas Al-Khairaat dan sastrawan itu
bahwa seorang guru tua ternyata adalah penyasastra, ia adalah penyair yang yang
menuliskan sajaknya dalam bahasa arab. Ada satu puisinya yang telah
diterjemahkan oleh HS. Saggaf Aldjufri, pada April 1973 yakni:
SANG MERAH PUTIH
Wahai sang merah putih
lambang kejayaan
berkibarlah engkau
di bumi Indonesia
yang subur dan hijau lagi
tercinta
Setiap bangsa
mempunyai lambang kenegaraan
dan kejayaan
dan lambang kejayaan kita
adalah Sang Merah Putih
Dalam
syairnya yang ditulis dengan bahasa arab, terasa sekali pengaruh syair arab
yang lekat dengan makna sesungguhnya.
Ada
yang menarik dari Guru Tua yang kharismatik ini yakni beliau adalah seorang
tokoh yang sangat demokratis dan mempunyai empati dan sifat toleransi yang
tinggi. Pernah suatu waktu ia mengangkat seorang pengajar yang beragama Kristen
yakni P.K Entoh untuk mengajari ilmu eksakta di lingkungan sekolah Al-Khairaat.
Hal ini beliau lakukan karena mengingat keilmuan yang dimiliki P.K Entoh, bukan
melihat dari sudut agamanya. Sungguh rasional, dan begitu moderat.
Selama
40 tahun Guru Tua membawa Al-Khairaat menjadi wadah yang mempunyai kekuatan
Islam yang tak hanya di Sulawesi Tengah, tetapi di Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Timur.
Guru
tua wafat di Palu dalam usia 80 tahun, pada senin 12 Syawal 1389 H atau 27
Desember 1969, beliau dimakamkan di salah satu serambi Masjid Al-Khairaat Palu,
Sulawesi Tengah. Secara silsilag Guru Tua dan keluarga, beliau mempunyai enam
orang istri. Dari kesemuanya melahirkan tujuh orang putra-putri.
Hanya
saja yang menjadi pertanyaan saya atas kesahihan nasab Guru Tua, yang bila saya
bandingkan dengan nasab yang diketahui oleh kakek Guru Tua, ada perbedaan yang
sangat mencolok. Baik dari urutan silsilahnya maupun penomeran urutan hasil
silang perkawinan. Mungkin, karena penulis Jamrin Abubakar adalah wartawan yang
melakukan investigasi hanya melalui fakta dan opini di masyarakat, yakni data
dari catatan H. Nungci H. Ali bukan penelitian secara komprehensif maka
kehadiran pernasaban di buku ini bisa
jadi kontroversi di suatu masa.
Di
luar terjadi atau tidaknya kontroversi pernasaban, gelar Guru Tua adalah makna
dari Guru yang Dituakan. Oleh masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan dikenal dengan
sebutan “Andregurutta”. Oleh keistiqomahannnya dalam menjalankan syariat dan
dakwah Islam sepanjang hayatnya, Pemerintah menganugrahinya Bintang Mahaputra
Adipradana tahun 2010.
Sekarang
Guru Tua sudah puluhan tahun meninggalkan dunia, dan khususnya masyarakat
Sulawesi Tengah namun beliau tetap dikenang. Dan setiap hal-hal apa saja selalu
dikaitkan dengan anjuran, dan yang pernah beliau sikapi dalam menghadapi
persoalan hidup dan tentunya dalam hal keberagamaan.
Buku
Guru Tua Pahlawan Sepanjang Zaman ini membawa pencerahan tersendiri karena
selama ini belum ada yang menuliskannya secara kitab, hanya sepotong-sepotong.
Buku ini mesti bermanfaat bagi perjalanan sejarah, khususnya eksistensi beliau
bagi masyarakat Sulawesi Tengah.[]
)*
Pustakawan di Rumah Buku Zeusagi, Banjar
Baru (Kalsel).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar