Murdan
U.Marunduh
(Pemerhati
Sejarah dan Budaya)
Bahwa
sejarah dimulainya pembangunan bandar udara Kasiguncu yang berlokasi di
Kecamatan Posso Pesisir kurang lebih 14 km dari kota Posso arah
Barat mulai dirintis pembangunannya sekitar tahun 1974 dengan mengerahkan para pelajar dari tingkat SMP,
SMA/sederajat, PNS serta dibantu oleh unsur masyarakat Posso lainnya dengan
cara bergotong royong mengangkut batu dan pasir dari sungai Puna (tidak jauh
dari bandara) untuk digunakan memperkeras permukaan tanah yang akan
dijadikan runway hingga selesai. Saat
itu menjadi bandar udara dalam wujud yang masih sangat sederhana dan serba
berkekurangan ketika pertama kali dioperasikan.
Bahwa
pengoperasian bandar udara Kasiguncu sempat terganggu karena timbulnya
kerusuhan Posso pada 24 Desember 1998. Seiring dengan perjalanan waktu yang
disertai dengan kondisi keamanan yang semakin membaik maka, bandar udara
Kasiguncu dapat difungsikan kembali. Pada saat ini, bandar udara Kasiguncu
dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Perhubungan dan
Pemerintah Daerah, ditingkatkan kapasitasnya sebagai bandar udara pengumpan
yang pada gilirannya diharapkan kelak menjadi Badan Layanan Umum (BLU) yang
mendukung kemajuan ekonomi dan pariwisata di daerah ini serta mobilitas
pengguna jasa penerbangan dari hari ke hari semakin meningkat.
Bandara Kasiguncu Poso (foto Wikipedia)
Bahwa
“Kasiguncu” adalah nama sebuah desa kecil di Kecamatan Posso Pesisir dan
nama ini kemudian dijadikan nama bandar
udara, sehingga menurut hemat kami, nama Kasiguncu sebagai nama bandara sama
sekali tidak bernilai sejarah yang menggambarkan fakta dalam arus dinamika
sejarah dalam bingkai NKRI yang pernah hadir di daerah Kabupaten Posso
khususnya, Sulawesi Tengah pada umumnya.
Banyak
bandar udara di Indonesia yang diberi nama pejuang atau sosok yang dianggap
berjasa bagi daerah setempat yang pada gilirannya menjadi identitas sekaligus
menjadi kebanggaan daerah tersebut. Satu diantaranya ialah nama Bandara
Mutiara, Palu, Sulawesi Tengah. Satu nama yang indah serta memiliki makna
sejarah yang dalam karena nama Mutiara diberikan oleh Bapak Bangsa Indonesia Dr
Ir. H. Soekarno pada tahun 1957. Dalam perkembangannya kemudian, nama Mutiara
menjadi Bandar udara Mutiara Sis Al-Jufri (2013).
Dalam
kaitan dengan penamaan bandara yang diusulkan dengan mempertimbangkan berbagai
faktor antara lain faktor sejarah daerah setempat maka, sosok yang diusulkan
benar-benar harus menjadi tokoh panutan yang diterima masyarakat, tokoh adat
sekaligus sebagai tokoh pejuang yang kesetiaan dan pengabdiannya bagi Bangsa
dan Negara tidak pernah diragukan dalam perannya membela dan mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berdasarkan pemaparan
tersebut di atas maka, sosok yang paling tepat yang kami usulkan sebagai nama bandar udara di
Posso, Propinsi Sulawesi Tengah ialah: “WONGKO LEMBA TALASA”. Adapun riwayat
hidup singkat/riwayat perjuangan dari Wongko Lemba Talasa adalah sebagai
berikut:
Wongko
Lemba Talasa lahir di Tentena 13 Mei 1914, seorang birokrat dan aristokrat yang
diwarisi dari ayahnya Mokole
Talasa, Raja Posso VIII (1919-1947). Seiring
dengan perjalanan waktu, beliau kemudian menggantikan ayahnya sebagai Raja
Posso ke IX (1947-1985). Menyelesaikan
pendidikan OSVIA (Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren) sebuah lembaga
pendidikan untuk calon pegawai negeri bumiputera di jaman Belanda di Makassar
sehingga tidak mengherankan bila banyak pemikirannya dipengaruhi oleh pejuang
Merah Putih dari Makassar terutama dari
kelompok Dr. Ratulangie pada masa-masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Tahun
1944 ketika Jepang menduduki Sulawesi Tengah, Wongko Lemba Talasa sempat
menjadi Polisi Jepang sekaligus menjadi anggota Sukaigun mewakili Sulawesi
Tengah di Manado. Ketika kota Manado mulai diserang oleh pasukan Sekutu maka,
pusat kekuasaan pemerintah Jepang dipindahkan ke Tondano. Di kota ini
pemerintah Jepang kemudian menyiapkan
satu badan yang dinamai Badan Persiapan Pemerintahan
Kemerdekaan Indonesia (BPPKI).
Sejalan
dengan pembentukan BPPKI, 1 April 1944
Bunken Kanrikan (Kepala Pemerintahan setempat) membuka kursus Kader
Pemerintahan dan salah satu yang diutus dari Sulawesi Tengah untuk mengikuti
kursus tersebut ialah Wongko Lemba Talasa. Pada masa revolusi kemerdekaan 1945,
Wongko Lemba Talasa menjadi pelopor pembentukan Gerakan Merah Putih untuk
mengkoordinir kaum pergerakan di Posso. Gerakan Merah Putih tersebut
diamanatkan langsung oleh Dr. Ratulangie, Gubernur Sulawesi pertama yang
berkedudukan di Makassar. Tahun 1946 Wongko Lemba Talasa menjadi salah satu
utusan dari Sulawesi Tengah untuk
mengikuti Konferensi Denpasar Bali, yang diselenggarakan pada 17 Desember hingga 24 Desember 1946.
Konferensi ini terselenggara atas prakarsa Letnan Gubernur Jendral Hindia
Belanda H.J van Mook untuk merealisasikan pembentukan negara federal “Negara
Indonesia Timur” (NIT), meskipun dibeberapa daerah tak terkecuali di Sulawesi
Tengah terjadi gerakan menentang rencana van Mook tersebut.
Untuk
memaksa para peserta konferensi menerima gagasan Negara federal, secara
sepihak, van Mook mengumumkan “Keadaan Darurat Perang” (Staat van Orlog en
Beleg: SOB) diikuti dengan aksi pembersihan (Zuiveringsactie) di Makassar yang
dilaksanakan oleh Detaschement Spesiale Troepen (DST) di bawah pimpinan Kapten
Raymond Paul Pierre Westerling dengan cara menggiring penduduk pada dini hari
ke lokasi lapangan terbuka untuk kemudian ditembak mati. Bulan Mei 1947 Wongko
Lemba Talasa ditunjuk menjadi Wakil Ketua Dewan Raja-raja Sulawesi Tengah oleh
Anak Agung Gde Agung selaku Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur (NIT). Sebagai tindak lanjut dari butir 7.7
tersebut diatas, tanggal 13-14 Oktober 1948 dilaksanakan Sidang Dewan Raja-raja
se-Sulawesi Tengah di Tentena (Posso), dimana Wongko Lemba Talasa dalam
kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Dewan Raja-raja bertindak sebagai Sekretaris
Sidang.
Ada
dua hal hasil keputusan yang diambil dalam sidang tersebut : Terbentuk daerah
otonom Sulawesi Tengah yang berkedudukan di Posso dan sebagai Kepala Daerah
pertama ditunjuk R.M Pusadan, Menyatakan keluar dari NIT dan kembali ke NKRI.
Menindak
lanjuti hasil pertemuan Tentena, tanggal 27-30 November 1948 kembali diadakan
pertemuan Raja-raja se-Sulawesi Tengah di Parigi yang dikenal sebagai Muktamar
Raja-raja se-Sulawesi Tengah. Muktamar ini juga dihadiri oleh Wongko Lemba
Talasa dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Dewan Raja-raja perutusan
Kerajaan Posso. Pertemuan ini menghasilkan keputusan fenomenal tentang
Penetapan Undang Undang Dasar Sulawesi Tengah yang ditetapkan tanggal 2
Desember 1948.
UUD
Sulawesi Tengah ini terdiri atas 7 Bab dan 56 Pasal : Bab I Pasal 3 UUD ini
menetapkan : Ibukota Daerah Sulawesi Tengah ialah Kota Posso. Bab III Pasal 25
ayat (1) : Anggota-anggota Dewan Raja-raja dipanggil untuk bersidang oleh
Ketua, sidang mana dilakukan di Posso atau disalahsatu tempat yang lain menurut
timbangan Ketua. Bab III Pasal 27 ayat
(1) : Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan rapat-rapatnya di Posso.
Muktamar Raja-raja ini
dihadiri oleh 15 raja se-Sulawesi Tengah dengan rincian sebagai berikut :
Wongko Lemba Talasa – Raja Posso, Lasahido – Raja Una-una, Muslaeni – Raja
Tojo, Abd Rabbie – Raja Bungku, Lamakampali – Raja Tawaeli, Tombolotutu – Raja
Moutong, Tagunu – Raja Parigi, Mainda Rumampuo – utusan Raja Mori, Lamakarate –
Raja Sigi-Dolo, Syukuran Aminuddin Amir – Raja Banggai, Tjatjo Idjazah – Raja
Palu, Sudara Kabo – Raja Lore, L. Lamarauna – Raja Banawa, W. Djiloi – Raja
Kulawi dan R.M Pusadan – Raja Toli-toli.
Undang Undang Dasar Sulawesi
Tengah ini kemudian disahkan oleh Residen Manado pada tanggal 25 Januari 1949
dengan Nomor: R.21/1/4. Sebagai tindak lanjut dari keputusan Sidang Dewan
Raja-raja tanggal 13-14 Oktober 1948 di Tentena dan Muktamar Raja-raja tanggal
27-30 November 1948 di Parigi, pada bulan Mei 1950 dilaksanakan kembali
pertemuan raja-raja se-Sulawesi Tengah di Donggala. Dalam pertemuan ini para
raja dengan suara bulat menyepakati untuk memproklamasikan daerah Sulawesi
Tengah keluar dari NIT dan masuk menjadi bagian dari wilayah Republik
Indonesia.
Wongko
Lemba Talasa pada saat itu menjadi tokoh sentral untuk keluar dari NIT dan
menggabungkan ex wilayah Kerajaan Posso menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari NKRI. Tahun 1948 Wongko Lemba
Talasa menjadi Anggota Parlemen NIT mewakili
Posso dan Mori. Dalam kiprahnya di dunia politik, tahun 1950 Wongko
Lemba Talasa pernah menjadi Ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) selama dua
periode kepengurusan di Posso. Pada Pemilu pertama 1955 di Posso, PNI
memperoleh 11.271 suara setelah Masyumi dan Parkindo. Hal ini membuktikan bahwa
Wongko Lemba Talasa sebagai seorang politisi kawakan telah bekerja sesuai
dengan target sehingga secara nasional, PNI keluar sebagai pemenang Pemilu.
Selanjutnya, periode tahun 1968-1970
menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Nasional Indonesia (PNI)
Propinsi Sulawesi Tengah. Menjadi Anggota Dewan Pleno Legiun Veteran
R.I di Posso untuk selanjutnya Pemerintah kemudian menetapkan Wongko Lemba
Talasa sebagai Anggota Veteran Republik Indonesia. Ketika timbul
“Perjuangan Semesta Alam” (Permesta) yang diproklamasikan di Makassar tanggal 2
Maret 1957, Wongko Lemba Talasa secara tegas menolak Permesta dengan mengatakan
bahwa Wongko Lemba Talasa bersama dengan seluruh masyarakat Posso tetap setia
berdiri dan mendukung tegaknya NKRI. Sebagai akibat dari sikap tegas
yang ditunjukkan oleh Wongko Lemba Talasa, Permesta kemudian menangkapnya untuk
selanjutnya beliau dibawa ke Manado.
Pada perkembangan berikutnya, Wongko
Lemba Talasa dipaksa oleh Permesta untuk ikut bergerilya di hutan dan
ditempatkan di bawah pengawasan Panglima Komando Daerah Pertempuran Minahasa
(KDPM) Kolonel D. J. Somba. Tahun 1958, Wongko Lemba Talasa dapat dibebaskan
melalui suatu operasi militer TNI dan selanjutnya dikembalikan ke Posso. Wongko
Lemba Talasa adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), jabatan terakhir
sebagai Kepala Inspektorat Umum Kantor BKDH Kabupaten Posso. Menjadi Anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) utusan Daerah
Sulawesi Tengah, diangkat melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres) No.151/M
Tahun 1982 Tanggal 14 September 1982 dengan Nomor Anggota: B-558. Wongko Lemba
Talasa wafat pada 3 Februari 1985 di Posso ketika masih dalam masa tugas
sebagai anggota MPR-RI (1982-1987).
Wongko Lemba Talasa berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah Nomor: 433/209/DIKBUD-G.ST/2014 Tanggal 28
Maret 2014 Tentang: Penghargaan Kepada Empat Belas Tokoh Bersejarah Propinsi
Sulawesi Tengah dengan nomor urut
satu, Wongko Lemba Talasa dari Kabupaten
Posso, Tokoh Merah Putih. Wongko Lemba Talasa menikah dengan Intje Ragompi,
dari pernikahan ini beliau dikaruniai 5 (lima) putra-putri sebagai berikut: Dra.
Iwanah Marianne Talasa: Adalah sosok yang terpilih dari Misi Kesenian Provinsi
Sulawesi Utara-Tengah (yang dipimpin oleh Mr. Arnold Baramuli sebagai Gubernur
ketika itu) untuk mengalungkan kalung Garuda-Bhineka Tunggal Ika kepada Bapak
Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. H. Soekarno bertempat di Istana Bogor pada
18 Agustus 1961.
Pensiun dari dinas aktif PNS
Departemen Dalam Negeri tahun 2003, jabatan terakhir sebagai Kasi Jasa dan SDM
Subdit Regional D Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Ditjen Bangda dan
Otonomi Daerah (Otda). Berdasarkan KEPPRES RI Nomor 044 Tahun 1998 Tanggal 17
Juni 1998 memperoleh Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun dari
Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie.
Tini Rosdiana Talasa, Jenny
Lusaeni Talasa, Drs. Ezra Dalelino Talasa, dr. Robert Rimbulangi Talasa M. Epid:
Memperoleh tanda Penghargaan sebagai
Dokter Teladan Tingkat Nasional Tahun 1991 dari Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
KESIMPULAN
dan SARAN
Bahwa
dengan menimbang serta memperhatikan
dengan sungguh-sungguh hal-hal yang
telah kami paparkan diatas berkenaan dengan tokoh Wongko Lemba Talasa
dari Posso, Sulawesi Tengah maka, dengan
ini perkenankan kami dengan segala kerendahan hati memohon kepada Pemerintah cq.Yth Bapak
Menteri Perhubungan Republik Indonesia agar mempertimbangkan secara bijaksana
permohonan kami supaya nama bandara Kasiguncu yang berlokasi di Kecamatan Posso
Pesisir, Kabupaten Posso Propinsi Sulawesi Tengah diganti namanya menjadi: Bandar Udara “WONGKO LEMBA TALASA”
sebagai bentuk penghormatan Pemerintah atas jasa-jasa dan kesetiaan yang telah
dipersembahkan oleh Bapak Wongko Lemba Talasa kepada Bangsa dan Negara tercinta
Indonesia Raya sebagai seorang tokoh nasionalis sejati, pejuang dan pemersatu
yang menjadi panutan masyarakat Posso yang pada gilirannya akan membangkitkan kembali
di kalangan generasi muda di daerah ini rasa cinta tanah air menjadi kenali
negerimu dan cintai negerimu.
Akhirnya,
ijinkan saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya bila sekiranya
dalam penyampaian usulan ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan prosedur
sebagaimana lazimnya.
Semoga
Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa melimpahkan Rahmat dan HidayahNya bagi kita
semua, Amin.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar