Selasa, 11 Juli 2017

Ellya Al Amri, In Memoriam Kisah Romantis di balik Sukses Sang Komponis

In Memoriam: Ellya Al Amri
Kisah Romantis di balik Sukses Sang Komponis

DIBALIK nama besar Hasan M. Bahasyuan yang melegenda di blantika tari-tarian dan lagu-lagu daerah Tanah Kaili, Sulawesi Tengah pada dekade 1960-1980-an adalah sang istri. Namanya Ellya Al Amri memiliki peran penting dalam penataan kostum pertunjukan tari-tarian maupun musik yang akan tampil. Bersama suami selalu membicarakan dan membahasa soal kostum yang akan dipakai sesuai karakter tari maupun lagu yang akan ditampilkan.
Kesuksesan di balik layar panggung, mungkin tidak banyak yang mengetahui kalau Ellya terbilang orang menentukan suksesnya sebuah pertunjukan. Sebab dia bukan sekedar menjadi istri pendamping selama 24 tahun hingga akhir hayat, tapi sekaligus menjadi bagian dalam proses kreatif sang legenda tanah Kaili. Namun semua itu kini tinggal kenangan. Ellya Al Amri telah berpulang, Selasa (11 Juli 2017) setelah sempat mendapat perawatan di sebuah rumah sakit di Palu.
Ellya meninggal dunia dalam usia 71 tahun. Ia lahir di Pelawa, Kabupaten parigi Moutong pada 8 Maret 1946. Sedangkan sang suami meninggal dunia lebih awal pada tanggal 22 Mei 1987 dalam usia 57 tahun. Praktis selama 30 tahun ia ditinggalkan suami lebih awal.
Dalam sebuah kesempatan dengan penulis, Allya semasa hidupnya sempat menceritakan berbagai lika-liku perjalanan hidup bersama Hasan Bahasyuan penuh romantisme, terutama menuju perkawinannya. Dua insan yang jatuh cinta itu nyaris tak kesmpaian dalam perkawinan hanya karena beda marga. Ayahanda Ellya bernama Ali Al Amri menginginkan anak gadisnya itu dikawinkan dengan  marga yang sama Al Amri. Pilihan sang ayah adalah  dengan pemuda bernama Muhammad Al Amri yang tinggal di Poso. Namun Umi  Indo Suku (ibu Alya) yang moderat bersikeras mendukung pilihan putrinya.
“Umi saya waktu itu tak setuju dengan  Aba (panggilan bapak, red)  dan tetap mendukung pilihan saya. Apalagi Aba sudah lama pisah dengan Umi ketika saya masih berusia enam bulan, sehingga  Umi punya alasan yang kuat untuk menentukan soal pilihan anaknya,” kenang Ellya soal romantika suatu waktu dengan penulis.
Tak lama berselang datang kabar dari Poso kalau pemuda pilihan Aba telah menjalin kasih dengan gadis lain. Hati Ellya pun legah karena tak jadi disandingkan dengan pemuda yang belum pernah dia kenal itu, sehingga pilihan pada pemuda Hasan bisa berpaut kembali.
Rupanya cobaan yang dihadapi kedua kekasih yang jatuh cinta di awal tahun 1963 itu belum berakhir. Secara diam-diam Aba Ali yang tinggal di Kota Donggala secara sepihak menyatakan mengawinkan seorang pemuda di Donggala dengan Allya di Parigi tanpa sepengetahuannya.  Mendengar kabar itu, Allya yang masih remaja 17 tahun makin  galau, termasuk  Umi Indo yang memesarkannya. Rencana  perkawinan yang diangap kontroversial itu, menurut cerita Allya tak diterima pihak keluarga dari Indo Suku, sehingga sempat terjadi persitegangan  menyusul kehadiran beberapa anggota polisisi yang konon diutus dari Donggala dengan maksud membawa Allya ke Donggala.
“Untungnya saya waktu itu cepat lari dan bersembunyi di loteng rumah kerabat yang masih tetangga, yaitu Umi Rugaiyah yang juga ibu Umar Al Amri (Amri Palu). Polisi yang datang  dengan mobil open kup sempat menggeledah rumah yang ditempati umi saya. Tapi untungnya umi saya memberi alasan yang tepat dan menyatakan tidak tahu entah kemana si Allya,” ungkap Allya  mengenang masa lalunya itu.
Saking hebohnya peristiwa itu, menurut ceritanya, ‘sengketa’ soal siapa yang  hendak jadi pilihannya dan apakah pemuda yang disetujui Aba Ali bakal jadi suaminya Allya, akhirnya berujung pada penyelesaian yang melibatkan pihak pemerintah setempat. Keputusan diserahkan pada  Alya sendiri yang menentukan, ia pun menyatakan Hasan Bahasyuan sebagai pilihannya.

Pertunjukan Kesenian Bali
Berselang beberapa bulan kemudian, pesta perkawinan yang cukup ramai pun dilaksanakan dengan atraksi beraneka ragam kesenian Bali dari desa tetangga Tolai dan Parigi yang merupakan daerah transmigrasi asal Bali. Kelompok kesenian Bali sengaja diundang Hasan M. Bahasyuan untuk tampil pada saat resepsi pernikahan sebagai bagian kerjasama dan silaturahmi antawarga setempat dengan orang-orang trans. Sedangkan  kelompok musik yang dipimpin Hasan baru ditampilkan pada esok harinya.
Dalam perkawinan pasangan Hasan - Ellya dikarunia seorang putra bernama Syaiful Bahri Bahasyuan. Lahir di Palu pada 7 September 1973 yang menjadi salah satu pegawai di lingkungan Pemkab Sigi. Sebelumnya dari lingkungan Pemkab  Donggala.
Dalam perkembangan lagu-lagu Kaili, Ellya  sangat bersyukur kalau karya sang suami tetap dikenang masyarakat dan beberapa kali direkam kembali oleh beberapa produser lokal yang juga dibawakan penyanyi  Palu. Apalagi dari hasil reproduksi, ia sempat menerima kompensasi dari produser  yang sangat menghargai peninggalan suaminya.
Di satu sisi ia mengakui kalau beberapa waktu lalu ada yang merekam karya-karya Hasan tanpa sepengetahuanya. Namun belakangan dengan adanya perhatian keluarga, setiap ada yang mau rekaman atau mereproduki karya almarhum, mereka  akan mengontak keluarga melalui sang ahli waris. (JAMRIN ABUBAKAR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar